Friday, November 14, 2014

Memahami...

Belajar memahami memang bukan hal yang mudah. Apalagi yang dipahami adalah hal yang memang sulit dipahami. Ngemeng apa deh may? Ya pokoknya gitu lah ya. Butuh proses untuk melewati segala fase kehidupan yang kita lewati. Bahkan mungkin kita baru akan paham setelah beberapa waktu lamanya. Itulah hikmah yang kita (akhirnya) dapati.

Makanya di tengah-tengah proses itu terkadang akan muncul berbagai macam bentuk denial atau penyangkalan atas apa yang terjadi pada hidup kita. Entah itu penyangkalan yang sifatnya bodo amat sampai yang bentuknya bakalan dipikirin sampai otak rasanya ngebul berasep. Macem-macem. Kondisi sekitar juga terkadang mempengaruhi. Kita makhluk sosial bukan? berinteraksi dengan banyak orang tentunya. Nah ini nih yang bakalan membentuk pola pikir kita tadi. Akan semakin paham kah? Atau justru makin ribet?

Pada akhirnya memang pada beberapa kasus tentang memahami sesuatu (masalah apapun) ini akan melewati proses yang ribet ngejelimet kremet-kremet (?). Ya walaupun nggak semuanya, tapi sebagian memang begitu adanya. Nggak percaya? Pernah denger kalau hidup itu memang sudah masalah? Eits, jangan protes dulu. Di sini saya bukan mau bilang kalau hidup itu jadi ga enak karena sudah dari awalnya masalah. Masalah di sini maksudnya adalah tentang hal-hal yang harus kita lalui dalam hidup. Masalah tidak selalu berarti negatif bagi saya. Bisa jadi hal itu justru sangat positif.

Sebagai contoh; waktu kita mau lahir (belum lahir nih loh ya) ibu kita mengalami "masalah" pada perutnya. Iya, kontraksi gitu kan ya kalau mau melahirkan. Coba, kalau ga ada "masalah" kontraksi ini, kita nggak mungkin bakal lahir ke dunia. Setelah kita lahir ada lagi nih "masalah". Orang tua kita pasti memikirkan kehidupan jangka panjang kita. Mulai dari makanan, pakaian, pendidikan, sampai urusan kesehatan. Dengan adanya masalah ini orang tua kita mencari nafkah dengan lebih giat untuk menghidupi kita. Jadi, sebenarnya masalah itu positif kan? Sekarang setuju kan? Yang nggak setuju ya aku ora opo-opo.

Nah, balik lagi tentang memahami suatu hal yang terjadi dalam hidup kita. Fase memahami ini juga sebenarnya salah satu bentuk dari "masalah". Dengan adanya fase yang berbentuk "masalah" ini, tentunya akan membuat kita lebih bijak lagi dalam memaknanai hidup. Seperti kutipan yang pernah saya baca pada sebuah buku berjudul Halaqah Cinta hlm.180 ini:

"Setiap kesulitan selalu datang bersama kemudahan. Setiap masalah selalu memiliki jalan keluar. Inilah keseimbangan karunia Allah. Kita tidak selalu dihindarkan dari maslah. Tidak pula selalu dijauhkan dari persoalan. Kalau seperti itu, bagaimana kita belajar untuk bersabar dan bersyukur, berpengalaman menghadapi masalah, dan memiliki ketangguhan untuk menyelesaikannya? Inilah salah satu karunia terbesar Allah untuk kita"
Jadi, proses memahami sesuatu, yang bisa jadi berwujudkan "masalah" bukanlah hal yang harus dihindari. Sapa ia, kenali ia, dan rangkul ia. Prosesnya tidak mudah memang, tapi yakin kita bisa melewatinya. Tenang kawan, akan ada pelangi setelah hujan :)

Friday, November 7, 2014

Senja di Tepian Sungai

Mereka berada dalam satu potongan kisah, senja itu. Entahlah, salah satu dari mereka hanya yakin keadaannya begitu. Atau malah keduanya?

#

Hiruk-pikuk keramaian di tepian sungai terlebar di pulau itu begitu meronakan wajah siapa saja yang melihatnya. Paduan sang lembayung jingga dan gemulai riak air sungai senja itu sungguh sebuah harmoni sempurna. Di sepanjang alur sungai sore itu, tawa, canda, dan aroma kebahagian tumpah ruah dalam satu waktu. Tampaknya memang sedang ada sebuah perayaan di sana. Benar saja, ternyata sedang diselenggarakan sebuah festival budaya.

#

Pandangannya antusias melihat keramaian yang ada. Dari dalam mobil yang ia tumpangi, kepalanya sedikit mendongak ke arah luar dari balik kaca yang terbuka. Penasaran. Tidak biasanya tepian sungai itu begitu ramai dan penuh sesak. Ditambah lagi kondisi lalu lintas senja itu sedang tidak bersahabat. Padat. Tersendat. Namun, ia tetap menikmatinya. Ia tahu bagaimana cara mengusir kegusarannya akan kondisi jalan senja itu. Mengamati setiap cuplikan episode kegiatan di hadapannya. Menarik. Begitu pikirnya.

Senja semakin ke ufuk barat. Tak dipikirkan lagi kekhawatirannya akan tumpangan mobil yang akan ia naiki selanjutnya karena harus menuju ke kota seberang. Ia tetap memandang ke arah tepian sungai senja itu. Hanya sebentar saja, pikirnya. Keramaian yang tercipta benar-benar membuatnya seperti terhipnotis. Seperti ada sesuatu yang membuatnya ingin tetap memandang lekat hiruk-pikuk di tepian sungai senja itu. Hingar-bingar, memesona.

#

Pandangannya antusias melihat keramaian yang ada. Dari balik pagar pembatas antara pinggiran sungai dan jalan raya di sampingnya ia siap mengabadikan momen senja itu. Lensa kamera profesional yang dibawanya sedari tadi sibuk mencari fokus yang pas untuk dibidik. Di tengah keasyikannya, tak sengaja kakinya tersenggol oleh balita mungil yang sedang belajar berjalan. Fokusnya buyar. Namun, ia hanya tersenyum sambil menoleh ke arah balita yang mulai berjalan menjauh darinya ke arah tepian jalan raya. Tak pelak ibu balita itu ikut berlari mengejar balitanya. Klik. Satu frame tersimpan. Tetapi pandangannya terhenti. Ia memandang ke arah jalan raya. Entahlah, ia hanya ingin menatap jalan raya yang tepat berada di sampingnya itu sejenak saja.

Setelah puas memandangi ke arah jalan raya, kini fokusnya kembali ke tepian sungai yang hari itu lebih ramai dari biasanya. Festival budaya hari itu terlihat berbeda. Menarik. Beberapa pelayar berpacu menggunakan perahu motornya. Warna-warni dekorasi perahu berkibar mengikuti arah angin dan menambah semaraknya pacuan perahu motor. Tak mau kalah, matahari senja kala itu memancarkan cahayanya yang paling hangat meneduhkan. Memantul indah sempurna di riak-riak air sungai yang dihasilkan oleh pacuan perahu motor. Momen ini tidak ia lewatkan. Segera ia fokuskan bidikan dari lensa kameranya. Dan sekali lagi, Klik! Matahari senja berhasil ia rengkuh hanya dalam sekali bidik. Cantik. Berpendar jingga, meneduhkan.


***

____________________________________________________

Selamat malam purnama, kami melihatmu. Dari jauh. Berjauhan.

Wednesday, November 5, 2014

Kampung Halaman

Mata sebenernya udah kriyep-kriyep minta diistirahatin, tapi pikiran masih mubeng-mubeng ngajak muter sana-sini. Jadinya supaya jadi melek yang produktip, saya ngoceh bermanfaat aja di sini (semoga) hehehe.

Jadi pengen nanya, pernah nggak sih kepikir kapan kita akan 'kembali'. Iya, kembali ke kampung halaman kita yang sebenarnya. Kampung halaman di mana kita berasal sebelum jadi apa-apa. Tempat nabi pertama kita (Adam as.) diciptakan. Suatu saat pasti waktu itu akan tiba. Tapi yang sudah jadi rahasia umum adalah kita tidak akan pernah tau kapan waktu itu akan datang. Rahasia besar. Hanya Ia yang tau dan berhak tau.

Manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing. Sudah tertulis tentunya di Lauhl Mahfudz. Tidak perlu ragu apalagi bimbang. Terkadang kita masih suka bertanya di setiap episode kehidupan kita. Kenapa itu begini? Kenapa ini begitu? dan banyak jenis pertanyaan kenapa lainnya. Padahal kalau kita mau berpikir sejenak, hal tersebut sungguhlah perkara sederhana. Tidak berbelit-belit. Takdir kita sudah ditentukan sebelum kita diciptakan, tinggal gimana usaha dan doa kita yang melengkapinya. Karena doa dan takdir itu 'berperang' setiap waktu. Takdir buruk mungkin saja berubah baik di saat doa-doa kita (atau doa orang lain untuk kita) diijabah oleh-Nya. Atau malah sebaliknya. Dan sekali lagi yang perlu diingat adalah semua episode-episode itu sudah diketahui oleh-Nya. Tercatat rapi, tidak tertukar.

Sayangnya tidak semua orang berpikir demikian, pun terkadang saya saat sedang khilaf atau dalam keadaan ruhiyah lagi di dasar goa. Masih suka muncul pertanyaaan jenis 'kenapa' tadi di benak saya. Padahal kalau diingat-ingat lagi bentuk pertanyaan jenis 'kenapa' ini adalah gejala awal bentuk belum bersyukurnya kita terhadap apa yang Allah berikan seutuhnya kepada kita. Kalau dipikir-pikir lagi nih (musti banyak mikir hehe) apa sih yang nggak Allah kasih ke kita? Kurang lengkap apa lagi coba? Tapi ya kok kita manusia gini amat ya sifatnya :( suka kufur nikmat dan lupa bersyukur (istighfar banyak-banyak). Padahal Allah sudah begitu baik (teramat baik) dengan menutupi segala jenis aib kita dari orang lain sehingga kita terlihat seperti apa yang orang lain lihat. Bersyukur may, bersyukur... (astagfirullah)

Sebenernya ocehan saya ini lebih untuk mengingatkan untuk diri saya sendiri. Masih banyak kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang sering lakukan. Padahal tabungan amal saya belum tentu surplus, eeehhh malah sering dibikin defisit. Semoga Engkau mengampuniku ya Rabb :'''''( dan ampuni pula dosa kedua orang tua saya, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya di waktu kecil.

Salah satu guru saya pernah berkata di dalam sebuah kajian, "seseorang itu dilihat dari bagian akhirnya". Semoga kita semua mendapatkan akhir yang baik, khusnul khotimah. Sebaik-sebaiknya keadaan untuk kembali ke kampung halaman. Allahu a'lam bisshowab.

#note to my self#

Thursday, September 11, 2014

Dia yang Mencuri Perhatian

Seruan pagi itu berbagai macam rupa. Dari ujung selatan hingga utara pasar kecil itu, harmoni celotehan kecil para pedagang dan pembeli tak henti-henti. Bersahutan. Saya yang berada persis di belakang ibu melangkah teratur mengikuti gerak lincahnya dari pedagang satu ke pedagang lainnya. Ya, pagi itu saya menemani ibu pergi ke pasar kecil dekat dengan komplek rumah. Suasana pasar pagi itu riuh rendah. Cuacanya juga sedang bersahabat. Tidak panas dan sedikit berangin. Dan suasana hati saya pun ikutan senang.

Langkah ibu terhenti di sebuah lapak sayuran. Dengan celotehan khas ibu-ibu, ibu saya dan si pedagang sudah asik dengan adegan tawar-menawar. Saya yang masih berada di belakang ibu juga ikutan asik. Iya, asik melihat segala aktifitas yang ada di pasar pagi itu. Hingga pada satu titik mata saya tertuju pada sosok yang tidak asing. Konsentrasi saya menikmati hiruk-pikuk pasar pagi itu seketika buyar. Sosok itu berhasil mencuri perhatian saya. Ia tidak sendiri. Sama seperti saya, ia bersama ibunya. Posisinya pun sama, tepat berada di belakang mengikuti langkah kaki ibunya.

Saya diam dan memperhatikan. Saya mencoba untuk tidak begitu terlihat mencolok kalau sedang memperhatikan. Untungnya jarak saya dan dia cukup jauh. Dan saya begitu yakin kalau dia pun tidak sadar sedang saya perhatikan. Unik. Saya pikir waktu itu. Saya senyum-senyum sendiri. Tipikal anak remaja yang sedang kesenangan melihat sosok yang sebelumnya sama sekali tidak terlintas di dalam benaknya tetapi pagi ini dengan sukses mencuri perhatiannya. Unik. Karena ia bersama ibunya, menemani ibunya. Di pasar. Tempat di mana sebagian anak, laki-laki khususnya, begitu malas untuk berlama-lama. Tetapi sekarang dia ada di pasar bersama ibunya. Dan saya kagum. Kekaguman sederhana. Sesederhana alasan saya untuk memperhatikannya dalam diam pagi itu.

#ceritafiksi

Saturday, August 23, 2014

Repost: Agar Tak Terbang Patah-Patah

Repost dari status facebook Mas Soleh. Tulisan oleh Dea Tantyo.

"Agar Tak Terbang Patah-Patah"

Kadang, kita mencintai seseorang begitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yg lain. Membuat kita lupa utk skedar bertanya, inikah cinta sebenarnya? Atau ia kah pendamping hidup selamanya?

Tak jarang kita mencintai seseorang dgn sangat dan menyimpan sakit tak terperi saat rasa mulai berpisah. Atau lihat, berapa besar keperihan yg tindih menindih ketika harus melepaskan seseorang yg telah lama menyapa hidup kita.

Cinta bukanlah titik, tempat dimana perpisahan menjadi penutup sbh paragraf. Bukan pula kegalauan. Atau pohon penyesalan dgn buah kecewa yg memukul-mukul.

Seorang hamba yg baik sadar bahwa cinta mmberikan senyum utk ia yg kita cintai, yg telah terpisah, meski diam-diam menumpuk sedih yg sangat banyak di dalam hati.

Karna sejatinya cinta bukanlah milik kita. Juga bukan sesuatu yang bisa kita nyala-padamkan semau kita. Ia anugrah yg dititipkan oleh-Nya dan perlu dititipkan kembali pada-Nya. Agar Ia berkahi skenario terbaik hidup kita.

Dalami kata-kata Umar bin ‘Abdul Aziz saat menolak tawaran sang Istri utk menikahi seorang wanita yg dulu pernah ia cintai. Umar menolak. Apakah ia tak lagi mencintai sang wanita? Bernas jawaban Umar.

“Cinta itu masih tetap ada. Bahkan rasanya jauh lebih dalam. Tapi ada Cinta diatas cinta. Cinta yg lebih besar. Cinta yang tak tergantikan. Cinta seorang hamba pada Rabb-Nya.”


——————

“Sungguh laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatan, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
(Al Ahzab : 35)

Di jalan ini, kita tak sedang menghilangkan cinta. Kita hanya merapikannya agar tak terbang patah-patah.

Salam,
DeaTantyo - Founder Leadership Class

***

Kadang kita sebagai manusia yang awam, manusia yang lemah hatinya, manusia yang acapkali dibolak-balik hatinya, lupa bahwa ada Cinta di atas cinta. Termasuk saya. Karena cinta tak sesempit hanya tentang terkaitnya dua hati manusia dalam satu rasa. Karena cinta tak sekedar peluapan rasa sayang yang mengharu biru. 

Karena sesungguhnya cinta adalah fitrah dari Sang Pemilik Cinta yang dititipkan kepada kita, manusia. Dan sesungguhnya kepada-Nya lah cinta kita bermuara. Allahu Kariim ..

Tuesday, August 5, 2014

Serakan Memori

Beberapa hari terakhir ini saya sebenarnya agak terusik dengan memori-memori lama yang sekelebat suka seenaknya hadir tanpa ketok-ketok dulu. Memori yang sebenarnya sudah saya tutup dengan rapih di sudut almari kisah. Cukup satu judul saja saya rasa. Tidak perlu ada jilid berikutnya. Tapi mungkin saya yang kurang bijak untuk memilih gemboknya. Mudah rapuh. Dan sekarang isinya ikut berserakan. Saya tidak menyalahkan siapapun atau apapun. Mungkin saja memori itu datang justru saya lah yang tanpa sadar memanggilnya. Sudah saya bilang tadi, gemboknya terlalu rapuh (ternyata). Karena saya (ternyata lagi), nampaknya tidak benar-benar menyimpan di sudut almari dengan rapih. Dengan sadar (atau tidak) saya menyisakan sedikit celah agar memori-memori itu dapat dengan sendirinya mencari jalan keluarnya. Dan usahanya pun sekarang berhasil. Memori-memori itu memenuhi pikiran saya. Selamat, Memori! Anda berhasil.

Menyuruhnya pulang, bukanlah perkara mudah. Mengumpulkan serakannya saja sudah menghabiskan energi. Apalagi ditambah dengan menelusuri kembali kejadian-kejadian yang ada dibaliknya. Saya perlu ambil nafas, buang nafas, menahan setiap cuil emosi yang dihasilkan. Entah itu saya harus sekadar tersenyum simpul atau menyerah pada air muka saya yang kalah dengan tarikan gaya gravitasi bumi. Sungguh pilihan sulit. Menata hati yang semena-mena diambil alih oleh serakan-serakan memori yang berhamburan. Menarik kenangan demi kenangan , satu frame ke frame yang lain, satu waktu ke dimensi waktu yang lain. Lelah atau malah sumringah? Saya pun bingung harus memilih kata apa yang pas untuk menggambar situasi ini.

Saya sadar bahwa kemampuan saya untuk menjaga memori-memori itu untuk tetap pada tempatnya adalah bergantung lagi pada sekuat apa saya untuk dapat menahannya hadir kembali. Namun, ada satu hal yang saya sadari bahwa memori ini sudah tertulis, ia juga memiliki qadar. Penghapus, peti, atau almari sekuat apapun tidak akan mampu menghalanginya untuk kembali hadir kecuali tanpa izin dari-Nya. Saya, sebagai yang dititipi memori tidak memiliki hak (apapun) untuk menghapusnya. Tetapi saya punya pilihan untuk pergi darinya atau memilih untuk tetap tinggal (bersamanya).
  

Tuesday, June 24, 2014

Mules

Mules. Satu kata yang saya alami kalau menuju atau sudah di tempat tujuan itu. Iya, Rumah Sakit. Entah kenapa perut saya begitu sensitif kalau harus berurusan dengan rumah sakit. Tiba-tiba saya bisa kayak orang demam panggung dan mendadak mules. Beeuhhh .. nggak banget yaah. Tapi ya gimana, kayaknya udah bawaan dari kecil deh :(

Saya inget banget dulu pertama kali saya ke rumah sakit waktu tk (yang saya inget), saya musti ke dokter gigi untuk cabut gigi. Well, saya tipikal anak tk yang luar biasa takut sama dokter gigi. Lagi-lagi ini 'entah kenapa?'. Sampai di ruang tunggu, keadaan masih aman terkendali. Sejurus kemudian nama saya dipanggil. Saya yang tadinya jumpalitan main-main sama teman sebaya yang juga mau ke dokter gigi tiba-tiba diem. Iya, diem gitu terus pake acara mundur-mundur nggak mau masuk ruangan periksa. Alhasil ayah saya menggandeng tangan saya masuk ke ruang periksa. Tapi saya nggak kehabisan akal. Tangan saya justru nge-gelendot di kusen pintu hahaha. Nangis juga makin kenceng doooooong. Tetep.

Nah, setelah kejadian raung-meraung di kusen pintu ruang periksa itulah setiap saya ke dokter gigi, hmm.. bahkan ke rumah sakit, hampir selalu bisa dipastikan pake acara mules-mules. Nah bahkan baru masuk pintu rumah sakitnya aja udah degap-degup kayak mau ketemu gebetan! hahahaha *ngarang lu may! emang siapa deh gebetannya?*. Mules-mules ini nggak sampai ganggu saya sebenernya. Cuman ya gitu, pasti pernah ngalamin dong yaa kayak tiba-tiba badan kita ngasih sinyal buat mules-mules karena "feeling not good". haha.. Yaaaaa, kerkira kek ginilah yaa rasanya ..

sumber: http://lilienthalusa.com/portfolio/

Tapi kalo gambar yang ini beneran karena ketemu gebetan. Kalau saya plus gara-gara: kalau pergi ke rumah sakit. Hahaha, iya aneh memang #sigh -_-

Ya mungkin kelihatannya memang aneh ya. Masak ke rumah sakit aja mules? Masak sebegitu parno sih ke rumah sakit? Masak ... masak ... masak ... dan masak yang lainnya. Yah, mungkin bener juga kata sebagian temen saya, "itu sugesti may.." . Iya juga sih ya, sebenernya itu mungkin psikologis kita aja yang bikin lebih dominan sugestinya. Jadinya yang (mungkin) seharusnya nggak kenapa-kenapa malah jadi apa-apa.

Well, my bad though. Poor me. I can't handle it yet. Maybe someday I can overcome this kind of feeling but it may takes several steps. However, I always on that track to fix it. I always try :)) walaupun rasanya memang tetep nano-nano hahaha ..


cheers,

mayang alfina

Wednesday, June 18, 2014

Orderan Kue Ulang Tahun

Jam dinding tepat di atas kepala saya jelas sudah menunjukkan waktu pukul tiga dini hari dan saya masih melek di depan monitor. Ini akibat dari blog walking dan berakhir kepo yang melahirkan keinginan untuk update tulisan di blog. Bah! memang kalau sudah kena virus hibernasi dari nulis di blog ya gini memang. Sebenarnya sudah banyak buntelan-buntelan cerita yang pengen di tulis. Tapi apa daya.. mau gerakin tangan mencet tombol cpu aja rasanya males banget hahaha. Dan ujung-ujungnya malah update blog plus pake begadang. Padahal saya ini ga kuat-kuat amat begadang haha. Besokannya bisa kayak zombie soalnya -_- Tapi berhubung niat nulis lagi menggebu-gebu, jadilah saya nulis ini daripada nanti niatnya jadi mubazir hahaha.

Jadi beberapa hari yang lalu, tepat hari Sabtu tanggal 14 Juni 2014, alhamdulillah saya dapat orderan pertama saya bikin kue. Rasanya seneng banget! Walaupun sebenernya saya masih (selalu) dalam tahap belajar, tapi pengen banget buat di seriusin dan akhirnya orderan pertama itu datang jugaaaaa hehehehe. Padahal biasanya saya bikin kue cuma buat lebaran atau dimintain tolong hihi. Jadi rasanya seneng pake banget waktu sepupu mamah nelpon buat mesen kue ulang tahun anaknya.

Ternyata orderan kue pertama saya ini ceritanya jadi panjang. Iya panjang banget. Karena ada hal-hal yang gak saya duga sebelumnya dan malah kejadian. huhuhu.. Tapi alhamdulillah kuenya berakhir dengan selamat :') Pokoknya drama abis deh proses pembuatan kuenya ini hahaha. Berhubung kue nya ini dipakai untuk hari sabtu, jadilah saya nyiapin bahan-bahannya dari jumat dan rencana buat bikin cake base nya hari jumat malam supaya gak keteteran. Nah penyakitnya cakery newbie kayak saya ini sukanya coba-coba resep dan fatalnya suka mbalelo dari resep asli hahaha (jangan ditiru). Tapi kan kalau gak eksperimen nggak belajar.. yakan? yakan? *ngeles* :P

Alhasil kue dengan resep coba-coba itu berakhir gagal. Nggak bantet sih, cumannya karena saya ganti ukuran loyangnya jadinya ya gitu, ceper secepernya. Kegedean rupanya si loyang. Akhirnya saya balik ke resep andalan punya mamah dari jaman baheula. Jadinya memang lebih sip! Karena semua takaran dan loyang pas hehehe *bandel sih lu may!*

Nah, berhubung akhirnya saya bikin kuenya jadi sabtu pagi, jadinya saya skip nggak ke warung paginya. Ngebut bikin si kue sepagian. Belum lagi drama sepagian seisi rumah karena rempong mau pergi ke Samarinda, kecuali saya. Pusssyyyyiiing! hahaha. Yang tambah hebring lagi nih, kayaknya ada yang salah sama oven saya. Kok dia nggak mateng-mateng yah si kue. Padahal dengan waktu yang sudah ditentukan seharusnya udah mateng. Akhirnya saya kutik-kutik lagi lah si oven. Alhamdulillah mulai ada perubahan. Ngedongkrong lah saya di depan oven, mantengin sambil megangin senter hahaha. Nggak lama karyawan warung nelpon rumah. Katanya ada pesenan box musti dianter sekarang dan karyawan saya nggak bisa anter karena ada pesenan mendadak 100 bungkus yang musti diambil waktu itu juga. Bah! kue saya gimana iniiiiiiiiii????? SAYA PANIK!

*MUTER OTAK* ya Allah, orderan pertama kue saya kok gini-gini amat yaak dramanya..

Saya coba coblos lagi kuenya pakai lidi dan dalamnya masih basah. Hampir matang. Tapi kalau saya keluarin sekarang = bunuh diri. Kalau saya keluarin nanti = gosong. Ting! Akhirnya saya gambling untuk nurunin suhu oven dan perkirain waktu yang saya butuhin untuk nganter kotakan. Kalau saya nganter kotakan dari pergi terus ke warung ambil kotak terus ke tempat futsal ornet (tempat yang mesen) terus balik ke rumah lagi kira-kira butuh waktu 30 menitan. Akhirnya saya pasrah aja sama Allah untuk nurunin suhu oven dan berdoa semoga si kue tetep konsisten matengnya dan nggak gosong selama saya pergi nganter kotak. Dan kebetulan hari itu hujan lumayan deres, asik! Semoga doa saya makbul, aamiin! Allahumma shoyyiban nafi'an :)

Iya, jadi saya nganter kotakan dengan ninggalin oven saya yang nyala dan masih dalam keadaan manggang kue. Pasrah deh pokoknya saya pasrah -___-

Sepulangnya dari balik anter kotakan, saya langsung ngecek ke oven. Udah kebat-kebit aja itu kalau-kalau keadaan si kue diluar perkiraan saya alias gosong! Tapiiiii... jeng jeng jeng jeeeeeng!! Alhamdulillah si kue dalam keadaan sehat walafiat dan mengembang sempurna. Terima kasih Allah :D Nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan, May? Sujud syukur pokoknya ngeliat si kue ternyata dalam keadaan okeh huhuhuu *nangis terharu*. Akhirnya si kue saya keluarin dari oven dan gak lama setelah agak dingin saya dekor pakai dark chocolate dan ganache :)

Alhamdulillah, my first cake order has been accomplished beautifully *muji kue sendiri, lagian siapa lagi yang muji, soalnya lagi sendirian di rumah hahaha*

  
choco mud cake


cheers,

mayang alfina



Saturday, May 3, 2014

Weird Answer (It was)

"At first, I have been astonished by his answer but recently I know what did he imply for."  

Well, before I tell you about the story behind the sentence above, I'll tell you first about my big dream. Why? Because it will have a correlation with the story that I would tell you later. So, my big dream (from the years ago) is... I want to have a great-peaceful-khusnul khotimah finish line on that land *pointing a finger to the west*... Madinah Al-Munnawarah :) Sounds weird? Maybe for some people the answer is "Yes!" but not for me. And the nice thing is... my big dream had been recited on a Hadits that Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam ever said. I just found it before I wrote this post. And it makes me happy! Really happy! Fortunately, my big dream is not a wrong dream :D

So, here it is... the story begin~

It happened when I've been on my way back to Indonesia, the exact place was on the airport's waiting room. Actually, I've spent my 10 days in Al-Haram and on that day was my last day there. The crowd on the waiting room wasn't really nice. My parents and I didn't get the comfort place for waiting the boarding time. So, my dad chose to sit on the shop's bench outside the waiting room area. Not too far actually. So, we didn't separated from the group.

At that time, my parents seek for my brother whom out of from their sight. So, they were turning their body back and pointing out where my brother was. In the meantime, A showed up and teased my parents with his silly face lol. I laughed. He was kind of comical person. The gag one :) Then he chose to sit opposite me. So here it was the story begin. My mom gave a question to him. Well, I'll give you the concise conversation because actually it was a little bit long conversation.

Mom: "So, recording to your plan how long will you stay in Medina?"
Him: "Hmm..Till I dead..." (enjoying his own giggles)

Well, I knew he was really serious but his answer made himself laughed. And in another side, (which was me and mom) there was only an awkward situation. It was actually hard to choose whether we had to laugh or not. And the result was me and mom who had a wrinkles on our forehead while smiling at him. I think our face was the reason he could laugh by his-own-serious-answer.

At first, I thought it was a weird answer. But wait! It's not totally weird. So, as you can see on my previous post, there was a hadits which tell us about his answer. So, I will recite it once again...

It was narrated by Imam Tirmidzi -rahimahullah-, Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- said:
من استطاع أن يموت بالمدينة فليمت بها ، فإني أشفع لمن يموت بها

"Which of you could die in Medina, let him strive toward it, for surely I will give intercession for those who died there".

Foilaaa! I know now that he said that with a brief reason. He didn't make his answer as a gag. He was really mean it. As you can see above, his answer has already stated on the hadist and it exactly wasn't a weird answer. He was citing from it. Also, because of his answer, now I know that my big dream (actually) has a brief reason that I don't know before.

At first, I really curious about the motive behind he said like that to my mom. So, It made me seek for an information about his 'weird' answer and it went for the information about Medina Almunnawarah and ended up with this hadist. And guess what? The result makes me extremely happy, happy, and happy. I have a BIG dream. A BIG DREAM :)

Thank you A for your 'weird' answer. You may not read my post but I really thank you a lot. Thanks Allah ..

cheers,

mayang alfina

Thursday, May 1, 2014

Repost: Keutamaan-keutamaan Madinah Al-Munawwarah

Keutamaan-keutamaan Madinah Al-Munawwarah telah dijelaskan dalam hadits-hadits Nabi Muhammad -Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, diantaranya:

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
إن إبراهيم حرّم مكة ، ودعا لها ، وإني حرمت المدينة كما حرّم إبراهيم مكة ، ودعوت لها في مدها وصاعها مثل ما دعا إبراهيم لمكة
Artinya: "Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan (menjadikan tanah haram: tanah suci) Makkah dan berdoa untuknya, dan sekarang aku haramkan Madinah sebagaimana Ibrahim telah mengharamkan Makkah, dan aku berdo'a untuknya di mud-nya dan sha'-nya sebagaimana Ibrahim berdoa untuk Makkah".

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
إنما المدينة كالكير تنفي خبثها وينصع طيبها
Artinya: "Sesungguhnya perumpamaan Madinah seperti Al-Kir (alat pembakar besi) yang menghilangkan sisi yang kotor dan membentuk sisi yang bagus".

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
إن الإيمان ليأرز إلى المدينة كما تأرز الحية إلى جحرها
Artinya: "Sesungguhnya keimanan akan kembali ke Madinah seperti kembalinya seekor ular ke dalam lubangnya".

• Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
من استطاع أن يموت بالمدينة فليمت بها ، فإني أشفع لمن يموت بها
Artinya: "Siapa di antara kalian yang bisa meninggal di Madinah, hendaklah dia berusaha ke arah itu, karena sesungguhnya aku akan memberikan syafa'at bagi siapa yang meninggal di sana".

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
على أنقاب المدينة ملائكة ، لا يدخلها الطاعون ولا الدجال
Artinya: "Di pintu-pintu masuk Madinah terdapat para malaikat, sehingga wabah tha’un dan Dajjal tidak bisa memasukinya".

• Diriwayatkan oleh Imam Muslim -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
من أكل سبع تمرات مما بين لابتيها حين يصبح لم يضره سم حتى يمسي
Artinya: "Barang siapa yang memakan 7 buah kurma dari daerah antara kedua bukitnya yg berbatu-batu hitam (Madinah) pada waktu pagi, maka ia tidak akan mendapatkan bahaya dari racun hingga waktu petang".

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
لا يكيد أهل المدينة أحد إلا انماع كما ينماع الملح في الماء
Artinya: "Tidaklah seseorang pun yang melakukan tipu daya terhadap penduduk Madinah melainkan akan dileburkan sebagaimana leburnya garam di lautan".

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَمَا حَبَّبْتَ إِلَيْنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ وَانْقُلْ حُمَّاهَا إِلَى الْجُحْفَةِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنَا وَصَاعِنَا
Artinya: "Ya Allah, berilah kami kecintaan kepada kota Madinah sebagaimana Engkau memberikan kami kecintaan kepada kota Mekkah atau bahkan lebih dari Mekkah; dan pindahkanlah wabah penyakitnya ke daerah Juhfah. Ya Allah, berilah keberkahan untuk kami pada setiap mud kami dan sha' kami".

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- berkata kepada seseorang dalam keadaan sakit:
بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا يُشْفَى سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا
Artinya: "Dengan nama Allah, Tanah bumi kami dan air ludah sebagian kami, semoga disembuhkan dengannya orang yang sakit di antara kami, dengan seizin Tuhan kami".

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
المدينة حرم ما بين عير إلى ثور فمن أحدث فيها حدثاً أو آوى محدثاً فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل منه يوم القيامة صرف ولا عدل...
Artinya: "Madinah adalah tanah haram (tanah suci) antara 'Aiir hingga Tsaur, maka barang siapa yang berbuat kesalahan di dalamnya, atau melindungi orang yang berbuat kesalahan, maka ia ditimpa laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia, Allah tidak akan menerima darinya pada hari kiamat nanti tebusan atau pengganti…."

• Diriwayatkan oleh Imam Bukhori -rahimahullah-, bahwasannya Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- bersabda:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ بِالْمَدِينَةِ ضِعْفَيْ مَا جَعَلْتَ بِمَكَّةَ مِنْ الْبَرَكَةِ

Artinya: "Ya Allah, berikan keberkahan untuk kota Madinah dua kali lipat keberkahan yang Engkau berikan untuk kota Mekkah". 
sumber: http://www.madina2013.com/pages.aspx?ln=id&p=30

Sunday, April 27, 2014

Renungan Kecil

Beberapa hari belakangan ini sungguh waktu yang agak bikin lelah hati. Hahaha, emang niat mau curcol sih, jadi tebel-tebel telinga aja kalau males buat denger atau baca :P Namanya juga laman diari elektronik, sekali-sekali boleh lah dipakai buat mencurahkan isi hati hehehe..

Has been stabbed from the back. It's truly hurt so much and I think it's only the beginning. Biasalah itu, namanya juga orang banyak, kepalanya juga banyak, apalagi isi ocehannya. Beranak-pinak. Yang bener ama yang salah jadinya nyampur. Burem. Iya, apalagi ditambah bumbu-bumbu wuiiih makin sedeeep! haha. Tapi ya kita woles aja, yang penting udah dijelasin sejelas-jelasnya dan membuktikan ke orang-orang yang suka ber-ass-u-me alias suka bikin asumsi-asumsi geje bin ngawur itu kalau bikin gossip itu coba yang bener hahaha. Lah? emang ada gossip yang bener? -..- Yah semoga matanya sama hatinya di bukain lebar-lebar.

Yap, sebetulnya ini renungan juga buat saya. Allah memberikan hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian. Yang saya petik dari kejadian ini: adakalanya memang "DIAM ITU EMAS". Jika tidak tahu maka jangan merasa yang paling tahu dan jika sudah tahu maka jangan menambah-nambah apalagi mengurangi.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tahukah kalian, apakah itu ghibah?' Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai'. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku?' Rasulullah SAW menjawab, 'jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.' (HR. Muslim)* 

Mari, saling mengingatkan dalam kebaikan :) Saya pun tidak luput dari segala salah dan khilaf .. sungguh, saya juga masih dalam proses belajar, terus belajar ..

*Sumber hadits: http://www.dakwatuna.com/2013/04/11/31057/antara-ghibah-dan-dusta/#ixzz309yGwNGu

Friday, April 11, 2014

Analogi Hati

Sesorean ini saya akan membahas tentang #analogihati. tsaaaah!
Jadi sepagian tadi sebelum nge-warung, saya harus berkutat sama beberapa lembar dokumen (kalau nggak salah lebih dari 10 lembar) yang sudah terbagi menjadi 4 bagian puzzle. Alias KEROBEK! fyuuuh ..

Jadi kertas robekannya ini sudah sukses masuk ke tempat sampah plus ditambah saus-saus entah apa itu. Sampai-sampai saya harus pakai masker buat nyusunnya lagi. Yasudahlah. Jangan mengeluh may! (barusan apa namanyaa yaaa?) -..- Berhubung dokumen ini penting, mau tidak mau harus disusun kembali. Utuh. Iya utuh seperti sedia kala. Saya berasa main puzzle. Ehhm .. lebih susah dari puzzle kayaknya huhuhu.

Selama saya nyusun potongan-potongan kertas tadi, saya tiba-tiba kepikiran tentang orang-orang yang menganalogikan selembar kertas seperti hati kita. Kenapa? Karena ketika kertas itu tidak lagi licin dan bersih (contohnya dokumen saya ini "kerobek jadi 4 bagian"), penampakannya tidak akan sama seperti sedia kala walaupun disusun kembali menggunakan selotip serapih mungkin. Lecek-lecek, ada bekas sobekannya, de-el-el. Apalagi plus ada saos-saosnya itu tadi hehe.

Sama halnya seperti hati. Ketika hati kamu terluka karena sesuatu (pilih sendiri yaah 'sesuatunya' itu apa), rasanya tidak akan sama lagi ketika kamu berhadapan dengan 'sesuatu' itu. Bentuknya mungkin masih bisa sama, tetapi tak serupa. Ada bekas. Iya, ada yang sempat membekas di hati kamu. Jadi, rasa yang kamu rasakan setelahnya kemungkinan besar akan berbeda atau mungkin bisa jadi hilang. Atau bahkan mungkin semakin terpuruk. Seakan-akan nggak bisa banget gitu diapa-apain. Stuck!

TAPI HEY!!!

Apa kamu nggak ingat kalau kita punya teknologi yang super canggih sekarang? Balik lagi ke kertas dokumen saya yang sudah kerobek jadi 4 bagian tadi. Setelah saya selotipin dengan super hati-hati dan nyaris mirip kayak semula, dokumen-dokumen ini masih bisa diperbaiki kok. Bahkan mungkin lebih mulus. Iya! KAN ADA MESIN FOTOCOPY! hahaha :D Fualaaa .. setelah di fotocopy hasilnya lebih baik, jaaaaauh lebih baik.

Jadi sama kayak hati! ketika hati kamu sudah terlanjur 'kerobek jadi 4 bagian' kayak dokumen saya, jangan terpuruk lama-lama. Cari 'teknologi' atau apapun yang bisa bikin dia sembuh seperti sedia kala. Memang tidak akan sama seperti yang awal, tetapi bisa menjadi jauuuuuh lebih baik dari yang awal itu tadi. Buka mata kamu lebar-lebar, jangan lupa hatinya jugaaaakkk. Ada orang-orang disekitar kamu yang peduli sama kamu, hal-hal yang bisa bikin kamu lebih semangat lagi, dan kebahagian-kebahagian yang tumpah ruah tapi ketutup sama 'leceknya dokumen yang kerobek jadi 4 bagian' itu. Atau jangan-jangan 'teknologi yang paling canggih' buat bikin hati kamu 'licin, bersih, kinclong' justru ada di 'sesuatu' yang sudah bikin hati kamu 'lecek' itu. Who knows? Anything could happen anyway. Tinggal kamu yang memilih :)

#analogihati

PS: ini hanya analogi sotoy saya :)) kalau pas: sip! - kalau nggak pas: jangan dikeroyok :'( :D

*senyum lima jari* ^___________^



cheers,

mayang alfina



Monday, March 10, 2014

Cerita Sederhana

Cerita yang akan saya tulis ini sebenarnya sungguh amat sederhana. Ciyuss deh :P hehehe. Selingan dikala berbagai masalah berat yang sedang melanda negeri tercinta ini. Mulai dari negara air menyerang, negara api yang ikutan nyusul, terus sebentar lagi negara panggung boneka dengan segala retorikanya yang akan menyerang. *Ngemeng ape sih lo maaay??* -_-

Sekali lagi, cerita yang ingin saya bagi di sini sungguh cerita yang sederhana. Cerita sederhana yang berhasil membuat hidup saya penuh goresan warna. Salah satu warnanya ada disini >>> PENTOL BAKSO. Iya kamu nggak salah baca kok :) Memang sesederhana itu.

Ini cerita tentang pentol bakso yang baru saja saya beli di lelek-lelek (re: abang-abang) yang lagi ngetem dipinggir jalan. Semacam nostalgia jaman kecil. Rasa pentol baksonya bahkan masih sama. Sama seperti 15 tahun yang lalu saat saya pertama kali beli secara sembunyi-sembunyi dari ayah dan ibu saya. Yak! sembunyi-sembunyi! hahaha. Karena ayah saya adalah aliran garis keras yang melarang anaknya jajan di lelek-lelek pentol. Ya jadi mau tidak mau saya main kucing-kucingan :P Well, saya buka kartu saya di sini Mah, Pah .. hehehe *peace* v^_^

Tapi tau nggak sih? Waktu itu jajan di lelek-lelek adalah sebuah kebahagian tersendiri. Rasanya nggak ada tandingannya. Apalagi sambil berebut sama temen-temen yang lain manggil-manggil si lelek buat dapet duluan haha. Tapi ya itu .. jajanan yang ga sehat memang, makanya ayah saya ngelarang. Tapi tapi tapi ... namanya juga anak kecil, ingusnya aja masih beler-beler *BUKAN SAYA TAPI!* hahaha.

Satu kata: MENYENANGKAN! So, why not beli pentol di lelek-lelek? hahahaha :D


Sudah, itu aja ceritanya. Sederhana kan? *kedip kedip manja*

Sunday, March 9, 2014

Repost: Sajak "Kau harus tahu" - Tere Liye

Kau harus tahu,
langit dan bumi tidak pernah menyatu,
tapi ketika hujan, mereka bisa bersatu erat saling bercengkerama begitu indah, atas setiap tetesnya.
Amat mesra saling menyapa.

Kau harus tahu,
lautan dan matahari tidak pernah menyatu.
tapi ketika sunset, matahari tenggelam di kaki langit sana, 

maka garis horizon laut memeluk erat sang matahari.
Untuk besok berjanji kembali akan bersua
Di sini, di tempat yg sama, di waktu terjanjikan


Kau harus tahu,
bulan dan permukaan kolam jauh saja letaknya
tapi saat purnama, tataplah permukaan kolam yang tenang
maka bulan persis berada di dalam relung hatinya
Memantulkan bayangan begitu anggun
kebersamaan singkat yang begitu mempesona

Maka,
apalagi kita?
Manusia yang tinggal di tanah yg sama
Kisah cinta kita bisa begitu spesial
Di tangan orang2 yang bersabar dan senantiasa tahu batasnya.
Sungguh percayalah

*Tere Liye

Thursday, March 6, 2014

Bahwa aku...

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada"

(Puisi “Aku Ingin” karya Sapardji Djoko Damono)

boleh aku tambahkan satu kalimat lagi?

"...bahwa aku mencintaimu karena Allah"

PS: teruntuk dirimu yang telah tertulis di Lauhl Mahfudz, dalam rangkaian cerita hidupku (kelak).

Thursday, February 20, 2014

Sebuah Buku, Kota Vienna dan Seorang Jerman

Kejadian tempo hari bisa dibilang lucu. Setidaknya bagi saya hehe *curi start ketawa* -.-
Jadi kejadiaan ini ada kaitannya dengan sebuah buku, kota Vienna, dan seorang Jerman.

Sebuah Buku


Waktu itu (jaman ngu-li-ah) saya lagi iseng pengen ke toko buku buat nyari buku yang saya pengen beli banget. Jadilah saya pergi ke Ambassador karena disana ada Gramedia yang letaknya cukup dekat dengan kosan saya. Cuma 5 menit jalan kaki! Atau kalau mau lebih ekstrem mungkin bisa sambil roll guling-guling supaya waktu yang ditempuh bisa lebih cepat hehe. Oke baeklah. Nah, sampai di Gramedia buku yang saya cari ternyata ada. Tapi sebelum sampai ke meja kasir, ada sebuah judul buku yang mengusik mata saya. Otomatis kepala saya berputar 90 derajat dengan kaki kanan dan kiri masih dalam posisi semula *bakat tersembunyi*. Buku tersebut berjudul "99 Cahaya di Langit Eropa". Saya lihat sinopsisnya dan buka-buka secara acak halamannya. Menarik. Pikir saya singkat waktu itu. Tapi yang bikin air muka saya pias tak lagi kencang, bandroll harga yang terletak di bagian belakang buku itu loooooohhhh... Well, budget saya tidak mencukupi waktu itu. Akhirnya saya malah bikin aksi ambil - taruh - ambil - taruh - ambil - taruh......dan akhirnyaaa ambil! Saya agak ngotot waktu itu dengan tetep bawa buku itu ke meja kasir dengan taruhannya uang makan saya sudah tentu berkurang. Maklum, kalau urusan buku novel fiksi, semi fiksi, atau non-fiksi saya sudah kepalang jatuh cinta. Tapi ternyata sekali lagi aksi taruh-ambil terjadi lagi di meja kasir. Akhirnya saya relakan dia kembali ke pelukan emaknya. Iya, ke pelukan rak pajangan buku. Saya teringat kalau saya masih punya keperluan lain yang lebih mendesak. "Aku akan menjemputmu kembali, Nak". Tiba-tiba saya serasa dapat berkomunikasi dengan buku yang hampir-kena-scan-barcode itu. "Jemput aku, Mak!" jawabnya sambil lambai-lambai. Dan ternyata buku ini lekat kaitannya dengan kota Vienna itu.

Kota Vienna


Pertama kali saya kenal kota Vienna secara mendetail, awalnya juga dari buku. Tapi bukan buku yang saya sudah ceritakan di atas. Beberapa waktu sebelumnya saya membeli buku yang latar belakang ceritanya bertempat di kota Vienna, Austria. Judul novelnya "Till We Meet Again". Novel yang saya beli ini berbicara tentang musik. Karena Vienna memang bisa di bilang sebagai "mbah" nya seni musik. Banyak komposer-komposer hebat yang lahir di sana. Sebut saja Eyang Mozart salah satunya. Nah, penggambaran situasi kota Vienna di novel ini sungguh membuat saya penasaran dan membuat saya jatuh cinta sama kota ini. Penjelasannya begitu detail dan runut.

Kaitannya dengan sebuah buku yang saya ceritakan di atas, yaitu "99 Cahaya di Langit Eropa", buku ini memiliki latar belakang cerita yang sama dengan novel Till We Meet Again. Yaitu di kota Vienna. Yang bikin saya maaaaaakin jatuh cinta lagi adalah buku ini bercerita tentang sejarah kejayaan Islam di negeri Eropa pada zaman dahulu. 99 Cahaya di Langit Eropa. Saya mengejanya lagi. Dan buku ini akhirnya baru dapat saya jemput di kota kelahiran saya, Bontang. "Maafkan emak, Nak. Baru bisa menjemputmu sekarang, hiks".

Setelah membaca buku ini, ternyata banyak sekali hidden-clue yang tidak saya duga-duga tentang kejayaan Islam di Eropa, khususnya di Vienna yang mempengaruhi tatanan masyarakatnya. Islam yang damai, yang sejuk, yang menyegarkan ruh bagi siapa saja yang memeluknya dan juga masyarakat yang berdampingan dengannya walaupun berbeda keyakinan. Itulah sejatinya Islam. Ulah para oknum saja mungkin yang kini mengaburkan kedamaian yang Islam telah ajarkan dan sampaikan dengan lugas dan terang. Ah, saya tidak akan panjang lebar membahas ini. Ada kolom yang lebih pas dan tentunya tidak di postingan ini hehe. Baiklah, kembali ke topik tentang kota Vienna. Kota Vienna akhirnya menjadi pilihan kota yang sangat ingin saya kunjungi setelah Mekah, Madinah, Edinburgh, Cordoba, dan Granada. Kenapa? Saya akui wawasan saya tentang sejarah Islam sungguhlah sedikit. Apalagi kalau kita berbicara tentang Eropa yang kini umat Islam-nya adalah minoritas di sana. Mungkin berpikiran bahwa di bumi Eropa masih tersisa serpihan-serpihan sejarah kejayaan Islam itu, hmm.. saya rasa saya tidak berpikir sampai ke sana. Yang ada dipikiran saya tentang Eropa sekarang adalah kumpulan negara maju yang penuh dengan kemajuan teknologi, alam yang indah, dan tempat wisata yang memanjakan mata sekaligus menggerogoti kantong haha. Sampai akhirnya pikiran saya berubah 180 derajat setelah membaca buku yang dahulu sempat terjadi adegan taruh-ambil di rak buku dan meja kasir ini. Jadilah saya semakin penasaran dengan sejarah kejayaan Islam di Eropa. Dan kota Vienna menjadi magnet rasa keingintahuan saya akan indahnya Islam di bumi Eropa. Tentunya juga Cordoba dan Granada.

Seorang Jerman


Kalau part yang ini ceritanya agak bikin saya shocking-soda-moment sebentar dan masih ada kaitannya dengan buku 99 Cahaya ini. Jadi, di sela-sela saya menyelesaikan membaca buku ini (re: 99 Cahaya di Langit Eropa) warung saya kedatangan beberapa orang tamu yang hendak makan siang. Mereka berjumlah empat orang dan salah satunya adalah ekspatriat. Setelah makanan semua terhidang di meja, mereka pun makan sambil sesekali ngobrol. Saya yang duduk di meja kasir tepat disebelah meja mereka melanjutkan membaca buku yang sudah hampir habis. Tentunya sambil clingak-clinguk juga ngeliatin tamu haha. Nah, singkat cerita ketika mereka berempat selesai makan, 3 orang dari mereka menuju musholla untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Tinggallah si ekspatriat ini sendirian nunggu sambil nonton tivi. Ketika mata saya bertatapan dengan mata si ekspatriat ini, dengan insting mau basa-basi tanpa tedeng aling-aling saya langsung buka percakapan tentang makanan yang dia makan. Hal ini tentunya salah satu bentuk service kepedulian saya atas apa yang mereka makan. Apakah makanannya enak atau tidak? Atau ada yang kurang. Dan sebenarnya saya selalu penasaran sama asal negara setiap ekspatriat yang makan di warung saya hahahaha.. Maka terjadilah percakapan singkat antara saya dan si bule ekspat ini.

Saya (S) : How's the food?
Bule (B) : That's good. I like it.
S : So, this is your first time to eat Padang cuisine?
B : No actually. I ever taste it before.
S : Well, you like spicy food right?
B : Not really, only a bit. I can tolerate it if there's not really spicy.
S : Oooh .. Ok. Where are you come from?
B : I'm from Germany
S : Really? Wooow.. (Shocking-Soda-Moment) *zoom in zoom out*
     So, you stay here for a holiday or for a work?

*lanjutannya panjang tapi nanti out of topic kalo saya tulis disini haha*

Nah, jadi yang bikin saya mengalami shocking soda moment dari percakapan saya di atas dan kaitannya dengan buku yang saya baca adalah ... jeng-jeng-jeng... Saya kemarinnya waktu membaca buku ini sempat terbersit dalam hati "Ya Allah, pengen euy suatu saat pergi ke Vienna" dan sebagai tambahan informasi bahasa sehari-hari yang digunakan di Vienna adalah bahasa Jerman. Nah! makanya saya kaget banget waktu tau si ekspat ini orang Jerman. Yang sudah tentu bisa bahasa Jerman *yaiyalah may -.-* Saya langsung yang, Subhanallah .. Maha Besar Engkay ya Rabb. Rasanya kayak-kayak mimpi gitu. Saya ngerasa Allah semakin begitu dekat waktu itu. Secara nggak langsung si ekspat ini berkaitan sama mimpi saya pengen ke Vienna yang bahasa sehari-harinya pakai bahasa Jerman. Jadi siapa tahu si ekspat ini bisa jadi penfriend saya belajar bahasa Jerman selain dari aplikasi duolingo yang ada di Android haha. Apalagi katanya si ekspat April ini mau balik lagi ke Bontang. Kesempatan emas dong ya harusnyaa.. iyaaaa harusnya. Karena sesungguhnya, oke sebelumnya saya mengakui ini keteledoran dan kebodohan saya.... Saya lupa tanya nama dan email dia dan dia juga ga nanya nama saya *senyumlirih* *kemudian pasrah*

Semoga April nanti dia beneran balik ke warung dan saya punya penfriend buat les bahasa Jerman secara cuma-cuma hehe. Dan tentunya kota Vienna sebagai penyemangatnya!

Sungguh indah kuasa-Mu ya Rabb.









Sunday, February 2, 2014

Empat Rahasia Ketenangan Hidup



"Aku yakin bahwa rezekiku tidak tertukar, karena itu hatiku tenang.
Aku yakin amalku tidak mungkin digantikan oleh yang lain, karena itu aku semangat beribadah..
Aku yakin bahwa Allah mengawasiku, karena itu aku malu bermaksiat..
Aku yakin bahwa mati selalu membuntutiku, karena itu aku selalu siap menghadapinya.”

-Anonym-