Thursday, February 20, 2014

Sebuah Buku, Kota Vienna dan Seorang Jerman

Kejadian tempo hari bisa dibilang lucu. Setidaknya bagi saya hehe *curi start ketawa* -.-
Jadi kejadiaan ini ada kaitannya dengan sebuah buku, kota Vienna, dan seorang Jerman.

Sebuah Buku


Waktu itu (jaman ngu-li-ah) saya lagi iseng pengen ke toko buku buat nyari buku yang saya pengen beli banget. Jadilah saya pergi ke Ambassador karena disana ada Gramedia yang letaknya cukup dekat dengan kosan saya. Cuma 5 menit jalan kaki! Atau kalau mau lebih ekstrem mungkin bisa sambil roll guling-guling supaya waktu yang ditempuh bisa lebih cepat hehe. Oke baeklah. Nah, sampai di Gramedia buku yang saya cari ternyata ada. Tapi sebelum sampai ke meja kasir, ada sebuah judul buku yang mengusik mata saya. Otomatis kepala saya berputar 90 derajat dengan kaki kanan dan kiri masih dalam posisi semula *bakat tersembunyi*. Buku tersebut berjudul "99 Cahaya di Langit Eropa". Saya lihat sinopsisnya dan buka-buka secara acak halamannya. Menarik. Pikir saya singkat waktu itu. Tapi yang bikin air muka saya pias tak lagi kencang, bandroll harga yang terletak di bagian belakang buku itu loooooohhhh... Well, budget saya tidak mencukupi waktu itu. Akhirnya saya malah bikin aksi ambil - taruh - ambil - taruh - ambil - taruh......dan akhirnyaaa ambil! Saya agak ngotot waktu itu dengan tetep bawa buku itu ke meja kasir dengan taruhannya uang makan saya sudah tentu berkurang. Maklum, kalau urusan buku novel fiksi, semi fiksi, atau non-fiksi saya sudah kepalang jatuh cinta. Tapi ternyata sekali lagi aksi taruh-ambil terjadi lagi di meja kasir. Akhirnya saya relakan dia kembali ke pelukan emaknya. Iya, ke pelukan rak pajangan buku. Saya teringat kalau saya masih punya keperluan lain yang lebih mendesak. "Aku akan menjemputmu kembali, Nak". Tiba-tiba saya serasa dapat berkomunikasi dengan buku yang hampir-kena-scan-barcode itu. "Jemput aku, Mak!" jawabnya sambil lambai-lambai. Dan ternyata buku ini lekat kaitannya dengan kota Vienna itu.

Kota Vienna


Pertama kali saya kenal kota Vienna secara mendetail, awalnya juga dari buku. Tapi bukan buku yang saya sudah ceritakan di atas. Beberapa waktu sebelumnya saya membeli buku yang latar belakang ceritanya bertempat di kota Vienna, Austria. Judul novelnya "Till We Meet Again". Novel yang saya beli ini berbicara tentang musik. Karena Vienna memang bisa di bilang sebagai "mbah" nya seni musik. Banyak komposer-komposer hebat yang lahir di sana. Sebut saja Eyang Mozart salah satunya. Nah, penggambaran situasi kota Vienna di novel ini sungguh membuat saya penasaran dan membuat saya jatuh cinta sama kota ini. Penjelasannya begitu detail dan runut.

Kaitannya dengan sebuah buku yang saya ceritakan di atas, yaitu "99 Cahaya di Langit Eropa", buku ini memiliki latar belakang cerita yang sama dengan novel Till We Meet Again. Yaitu di kota Vienna. Yang bikin saya maaaaaakin jatuh cinta lagi adalah buku ini bercerita tentang sejarah kejayaan Islam di negeri Eropa pada zaman dahulu. 99 Cahaya di Langit Eropa. Saya mengejanya lagi. Dan buku ini akhirnya baru dapat saya jemput di kota kelahiran saya, Bontang. "Maafkan emak, Nak. Baru bisa menjemputmu sekarang, hiks".

Setelah membaca buku ini, ternyata banyak sekali hidden-clue yang tidak saya duga-duga tentang kejayaan Islam di Eropa, khususnya di Vienna yang mempengaruhi tatanan masyarakatnya. Islam yang damai, yang sejuk, yang menyegarkan ruh bagi siapa saja yang memeluknya dan juga masyarakat yang berdampingan dengannya walaupun berbeda keyakinan. Itulah sejatinya Islam. Ulah para oknum saja mungkin yang kini mengaburkan kedamaian yang Islam telah ajarkan dan sampaikan dengan lugas dan terang. Ah, saya tidak akan panjang lebar membahas ini. Ada kolom yang lebih pas dan tentunya tidak di postingan ini hehe. Baiklah, kembali ke topik tentang kota Vienna. Kota Vienna akhirnya menjadi pilihan kota yang sangat ingin saya kunjungi setelah Mekah, Madinah, Edinburgh, Cordoba, dan Granada. Kenapa? Saya akui wawasan saya tentang sejarah Islam sungguhlah sedikit. Apalagi kalau kita berbicara tentang Eropa yang kini umat Islam-nya adalah minoritas di sana. Mungkin berpikiran bahwa di bumi Eropa masih tersisa serpihan-serpihan sejarah kejayaan Islam itu, hmm.. saya rasa saya tidak berpikir sampai ke sana. Yang ada dipikiran saya tentang Eropa sekarang adalah kumpulan negara maju yang penuh dengan kemajuan teknologi, alam yang indah, dan tempat wisata yang memanjakan mata sekaligus menggerogoti kantong haha. Sampai akhirnya pikiran saya berubah 180 derajat setelah membaca buku yang dahulu sempat terjadi adegan taruh-ambil di rak buku dan meja kasir ini. Jadilah saya semakin penasaran dengan sejarah kejayaan Islam di Eropa. Dan kota Vienna menjadi magnet rasa keingintahuan saya akan indahnya Islam di bumi Eropa. Tentunya juga Cordoba dan Granada.

Seorang Jerman


Kalau part yang ini ceritanya agak bikin saya shocking-soda-moment sebentar dan masih ada kaitannya dengan buku 99 Cahaya ini. Jadi, di sela-sela saya menyelesaikan membaca buku ini (re: 99 Cahaya di Langit Eropa) warung saya kedatangan beberapa orang tamu yang hendak makan siang. Mereka berjumlah empat orang dan salah satunya adalah ekspatriat. Setelah makanan semua terhidang di meja, mereka pun makan sambil sesekali ngobrol. Saya yang duduk di meja kasir tepat disebelah meja mereka melanjutkan membaca buku yang sudah hampir habis. Tentunya sambil clingak-clinguk juga ngeliatin tamu haha. Nah, singkat cerita ketika mereka berempat selesai makan, 3 orang dari mereka menuju musholla untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Tinggallah si ekspatriat ini sendirian nunggu sambil nonton tivi. Ketika mata saya bertatapan dengan mata si ekspatriat ini, dengan insting mau basa-basi tanpa tedeng aling-aling saya langsung buka percakapan tentang makanan yang dia makan. Hal ini tentunya salah satu bentuk service kepedulian saya atas apa yang mereka makan. Apakah makanannya enak atau tidak? Atau ada yang kurang. Dan sebenarnya saya selalu penasaran sama asal negara setiap ekspatriat yang makan di warung saya hahahaha.. Maka terjadilah percakapan singkat antara saya dan si bule ekspat ini.

Saya (S) : How's the food?
Bule (B) : That's good. I like it.
S : So, this is your first time to eat Padang cuisine?
B : No actually. I ever taste it before.
S : Well, you like spicy food right?
B : Not really, only a bit. I can tolerate it if there's not really spicy.
S : Oooh .. Ok. Where are you come from?
B : I'm from Germany
S : Really? Wooow.. (Shocking-Soda-Moment) *zoom in zoom out*
     So, you stay here for a holiday or for a work?

*lanjutannya panjang tapi nanti out of topic kalo saya tulis disini haha*

Nah, jadi yang bikin saya mengalami shocking soda moment dari percakapan saya di atas dan kaitannya dengan buku yang saya baca adalah ... jeng-jeng-jeng... Saya kemarinnya waktu membaca buku ini sempat terbersit dalam hati "Ya Allah, pengen euy suatu saat pergi ke Vienna" dan sebagai tambahan informasi bahasa sehari-hari yang digunakan di Vienna adalah bahasa Jerman. Nah! makanya saya kaget banget waktu tau si ekspat ini orang Jerman. Yang sudah tentu bisa bahasa Jerman *yaiyalah may -.-* Saya langsung yang, Subhanallah .. Maha Besar Engkay ya Rabb. Rasanya kayak-kayak mimpi gitu. Saya ngerasa Allah semakin begitu dekat waktu itu. Secara nggak langsung si ekspat ini berkaitan sama mimpi saya pengen ke Vienna yang bahasa sehari-harinya pakai bahasa Jerman. Jadi siapa tahu si ekspat ini bisa jadi penfriend saya belajar bahasa Jerman selain dari aplikasi duolingo yang ada di Android haha. Apalagi katanya si ekspat April ini mau balik lagi ke Bontang. Kesempatan emas dong ya harusnyaa.. iyaaaa harusnya. Karena sesungguhnya, oke sebelumnya saya mengakui ini keteledoran dan kebodohan saya.... Saya lupa tanya nama dan email dia dan dia juga ga nanya nama saya *senyumlirih* *kemudian pasrah*

Semoga April nanti dia beneran balik ke warung dan saya punya penfriend buat les bahasa Jerman secara cuma-cuma hehe. Dan tentunya kota Vienna sebagai penyemangatnya!

Sungguh indah kuasa-Mu ya Rabb.









2 comments:

  1. Aamiin. Semoga mimpi-mimpi kita buat menginjakkan kaki di bumi Allah yang luas ini tercapai ya Un. :)

    ReplyDelete