Tuesday, August 5, 2014

Serakan Memori

Beberapa hari terakhir ini saya sebenarnya agak terusik dengan memori-memori lama yang sekelebat suka seenaknya hadir tanpa ketok-ketok dulu. Memori yang sebenarnya sudah saya tutup dengan rapih di sudut almari kisah. Cukup satu judul saja saya rasa. Tidak perlu ada jilid berikutnya. Tapi mungkin saya yang kurang bijak untuk memilih gemboknya. Mudah rapuh. Dan sekarang isinya ikut berserakan. Saya tidak menyalahkan siapapun atau apapun. Mungkin saja memori itu datang justru saya lah yang tanpa sadar memanggilnya. Sudah saya bilang tadi, gemboknya terlalu rapuh (ternyata). Karena saya (ternyata lagi), nampaknya tidak benar-benar menyimpan di sudut almari dengan rapih. Dengan sadar (atau tidak) saya menyisakan sedikit celah agar memori-memori itu dapat dengan sendirinya mencari jalan keluarnya. Dan usahanya pun sekarang berhasil. Memori-memori itu memenuhi pikiran saya. Selamat, Memori! Anda berhasil.

Menyuruhnya pulang, bukanlah perkara mudah. Mengumpulkan serakannya saja sudah menghabiskan energi. Apalagi ditambah dengan menelusuri kembali kejadian-kejadian yang ada dibaliknya. Saya perlu ambil nafas, buang nafas, menahan setiap cuil emosi yang dihasilkan. Entah itu saya harus sekadar tersenyum simpul atau menyerah pada air muka saya yang kalah dengan tarikan gaya gravitasi bumi. Sungguh pilihan sulit. Menata hati yang semena-mena diambil alih oleh serakan-serakan memori yang berhamburan. Menarik kenangan demi kenangan , satu frame ke frame yang lain, satu waktu ke dimensi waktu yang lain. Lelah atau malah sumringah? Saya pun bingung harus memilih kata apa yang pas untuk menggambar situasi ini.

Saya sadar bahwa kemampuan saya untuk menjaga memori-memori itu untuk tetap pada tempatnya adalah bergantung lagi pada sekuat apa saya untuk dapat menahannya hadir kembali. Namun, ada satu hal yang saya sadari bahwa memori ini sudah tertulis, ia juga memiliki qadar. Penghapus, peti, atau almari sekuat apapun tidak akan mampu menghalanginya untuk kembali hadir kecuali tanpa izin dari-Nya. Saya, sebagai yang dititipi memori tidak memiliki hak (apapun) untuk menghapusnya. Tetapi saya punya pilihan untuk pergi darinya atau memilih untuk tetap tinggal (bersamanya).
  

No comments:

Post a Comment