Sunday, April 27, 2014

Renungan Kecil

Beberapa hari belakangan ini sungguh waktu yang agak bikin lelah hati. Hahaha, emang niat mau curcol sih, jadi tebel-tebel telinga aja kalau males buat denger atau baca :P Namanya juga laman diari elektronik, sekali-sekali boleh lah dipakai buat mencurahkan isi hati hehehe..

Has been stabbed from the back. It's truly hurt so much and I think it's only the beginning. Biasalah itu, namanya juga orang banyak, kepalanya juga banyak, apalagi isi ocehannya. Beranak-pinak. Yang bener ama yang salah jadinya nyampur. Burem. Iya, apalagi ditambah bumbu-bumbu wuiiih makin sedeeep! haha. Tapi ya kita woles aja, yang penting udah dijelasin sejelas-jelasnya dan membuktikan ke orang-orang yang suka ber-ass-u-me alias suka bikin asumsi-asumsi geje bin ngawur itu kalau bikin gossip itu coba yang bener hahaha. Lah? emang ada gossip yang bener? -..- Yah semoga matanya sama hatinya di bukain lebar-lebar.

Yap, sebetulnya ini renungan juga buat saya. Allah memberikan hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian. Yang saya petik dari kejadian ini: adakalanya memang "DIAM ITU EMAS". Jika tidak tahu maka jangan merasa yang paling tahu dan jika sudah tahu maka jangan menambah-nambah apalagi mengurangi.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tahukah kalian, apakah itu ghibah?' Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai'. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku?' Rasulullah SAW menjawab, 'jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.' (HR. Muslim)* 

Mari, saling mengingatkan dalam kebaikan :) Saya pun tidak luput dari segala salah dan khilaf .. sungguh, saya juga masih dalam proses belajar, terus belajar ..

*Sumber hadits: http://www.dakwatuna.com/2013/04/11/31057/antara-ghibah-dan-dusta/#ixzz309yGwNGu

Friday, April 11, 2014

Analogi Hati

Sesorean ini saya akan membahas tentang #analogihati. tsaaaah!
Jadi sepagian tadi sebelum nge-warung, saya harus berkutat sama beberapa lembar dokumen (kalau nggak salah lebih dari 10 lembar) yang sudah terbagi menjadi 4 bagian puzzle. Alias KEROBEK! fyuuuh ..

Jadi kertas robekannya ini sudah sukses masuk ke tempat sampah plus ditambah saus-saus entah apa itu. Sampai-sampai saya harus pakai masker buat nyusunnya lagi. Yasudahlah. Jangan mengeluh may! (barusan apa namanyaa yaaa?) -..- Berhubung dokumen ini penting, mau tidak mau harus disusun kembali. Utuh. Iya utuh seperti sedia kala. Saya berasa main puzzle. Ehhm .. lebih susah dari puzzle kayaknya huhuhu.

Selama saya nyusun potongan-potongan kertas tadi, saya tiba-tiba kepikiran tentang orang-orang yang menganalogikan selembar kertas seperti hati kita. Kenapa? Karena ketika kertas itu tidak lagi licin dan bersih (contohnya dokumen saya ini "kerobek jadi 4 bagian"), penampakannya tidak akan sama seperti sedia kala walaupun disusun kembali menggunakan selotip serapih mungkin. Lecek-lecek, ada bekas sobekannya, de-el-el. Apalagi plus ada saos-saosnya itu tadi hehe.

Sama halnya seperti hati. Ketika hati kamu terluka karena sesuatu (pilih sendiri yaah 'sesuatunya' itu apa), rasanya tidak akan sama lagi ketika kamu berhadapan dengan 'sesuatu' itu. Bentuknya mungkin masih bisa sama, tetapi tak serupa. Ada bekas. Iya, ada yang sempat membekas di hati kamu. Jadi, rasa yang kamu rasakan setelahnya kemungkinan besar akan berbeda atau mungkin bisa jadi hilang. Atau bahkan mungkin semakin terpuruk. Seakan-akan nggak bisa banget gitu diapa-apain. Stuck!

TAPI HEY!!!

Apa kamu nggak ingat kalau kita punya teknologi yang super canggih sekarang? Balik lagi ke kertas dokumen saya yang sudah kerobek jadi 4 bagian tadi. Setelah saya selotipin dengan super hati-hati dan nyaris mirip kayak semula, dokumen-dokumen ini masih bisa diperbaiki kok. Bahkan mungkin lebih mulus. Iya! KAN ADA MESIN FOTOCOPY! hahaha :D Fualaaa .. setelah di fotocopy hasilnya lebih baik, jaaaaauh lebih baik.

Jadi sama kayak hati! ketika hati kamu sudah terlanjur 'kerobek jadi 4 bagian' kayak dokumen saya, jangan terpuruk lama-lama. Cari 'teknologi' atau apapun yang bisa bikin dia sembuh seperti sedia kala. Memang tidak akan sama seperti yang awal, tetapi bisa menjadi jauuuuuh lebih baik dari yang awal itu tadi. Buka mata kamu lebar-lebar, jangan lupa hatinya jugaaaakkk. Ada orang-orang disekitar kamu yang peduli sama kamu, hal-hal yang bisa bikin kamu lebih semangat lagi, dan kebahagian-kebahagian yang tumpah ruah tapi ketutup sama 'leceknya dokumen yang kerobek jadi 4 bagian' itu. Atau jangan-jangan 'teknologi yang paling canggih' buat bikin hati kamu 'licin, bersih, kinclong' justru ada di 'sesuatu' yang sudah bikin hati kamu 'lecek' itu. Who knows? Anything could happen anyway. Tinggal kamu yang memilih :)

#analogihati

PS: ini hanya analogi sotoy saya :)) kalau pas: sip! - kalau nggak pas: jangan dikeroyok :'( :D

*senyum lima jari* ^___________^



cheers,

mayang alfina



Monday, March 10, 2014

Cerita Sederhana

Cerita yang akan saya tulis ini sebenarnya sungguh amat sederhana. Ciyuss deh :P hehehe. Selingan dikala berbagai masalah berat yang sedang melanda negeri tercinta ini. Mulai dari negara air menyerang, negara api yang ikutan nyusul, terus sebentar lagi negara panggung boneka dengan segala retorikanya yang akan menyerang. *Ngemeng ape sih lo maaay??* -_-

Sekali lagi, cerita yang ingin saya bagi di sini sungguh cerita yang sederhana. Cerita sederhana yang berhasil membuat hidup saya penuh goresan warna. Salah satu warnanya ada disini >>> PENTOL BAKSO. Iya kamu nggak salah baca kok :) Memang sesederhana itu.

Ini cerita tentang pentol bakso yang baru saja saya beli di lelek-lelek (re: abang-abang) yang lagi ngetem dipinggir jalan. Semacam nostalgia jaman kecil. Rasa pentol baksonya bahkan masih sama. Sama seperti 15 tahun yang lalu saat saya pertama kali beli secara sembunyi-sembunyi dari ayah dan ibu saya. Yak! sembunyi-sembunyi! hahaha. Karena ayah saya adalah aliran garis keras yang melarang anaknya jajan di lelek-lelek pentol. Ya jadi mau tidak mau saya main kucing-kucingan :P Well, saya buka kartu saya di sini Mah, Pah .. hehehe *peace* v^_^

Tapi tau nggak sih? Waktu itu jajan di lelek-lelek adalah sebuah kebahagian tersendiri. Rasanya nggak ada tandingannya. Apalagi sambil berebut sama temen-temen yang lain manggil-manggil si lelek buat dapet duluan haha. Tapi ya itu .. jajanan yang ga sehat memang, makanya ayah saya ngelarang. Tapi tapi tapi ... namanya juga anak kecil, ingusnya aja masih beler-beler *BUKAN SAYA TAPI!* hahaha.

Satu kata: MENYENANGKAN! So, why not beli pentol di lelek-lelek? hahahaha :D


Sudah, itu aja ceritanya. Sederhana kan? *kedip kedip manja*

Sunday, March 9, 2014

Repost: Sajak "Kau harus tahu" - Tere Liye

Kau harus tahu,
langit dan bumi tidak pernah menyatu,
tapi ketika hujan, mereka bisa bersatu erat saling bercengkerama begitu indah, atas setiap tetesnya.
Amat mesra saling menyapa.

Kau harus tahu,
lautan dan matahari tidak pernah menyatu.
tapi ketika sunset, matahari tenggelam di kaki langit sana, 

maka garis horizon laut memeluk erat sang matahari.
Untuk besok berjanji kembali akan bersua
Di sini, di tempat yg sama, di waktu terjanjikan


Kau harus tahu,
bulan dan permukaan kolam jauh saja letaknya
tapi saat purnama, tataplah permukaan kolam yang tenang
maka bulan persis berada di dalam relung hatinya
Memantulkan bayangan begitu anggun
kebersamaan singkat yang begitu mempesona

Maka,
apalagi kita?
Manusia yang tinggal di tanah yg sama
Kisah cinta kita bisa begitu spesial
Di tangan orang2 yang bersabar dan senantiasa tahu batasnya.
Sungguh percayalah

*Tere Liye

Thursday, March 6, 2014

Bahwa aku...

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada"

(Puisi “Aku Ingin” karya Sapardji Djoko Damono)

boleh aku tambahkan satu kalimat lagi?

"...bahwa aku mencintaimu karena Allah"

PS: teruntuk dirimu yang telah tertulis di Lauhl Mahfudz, dalam rangkaian cerita hidupku (kelak).

Thursday, February 20, 2014

Sebuah Buku, Kota Vienna dan Seorang Jerman

Kejadian tempo hari bisa dibilang lucu. Setidaknya bagi saya hehe *curi start ketawa* -.-
Jadi kejadiaan ini ada kaitannya dengan sebuah buku, kota Vienna, dan seorang Jerman.

Sebuah Buku


Waktu itu (jaman ngu-li-ah) saya lagi iseng pengen ke toko buku buat nyari buku yang saya pengen beli banget. Jadilah saya pergi ke Ambassador karena disana ada Gramedia yang letaknya cukup dekat dengan kosan saya. Cuma 5 menit jalan kaki! Atau kalau mau lebih ekstrem mungkin bisa sambil roll guling-guling supaya waktu yang ditempuh bisa lebih cepat hehe. Oke baeklah. Nah, sampai di Gramedia buku yang saya cari ternyata ada. Tapi sebelum sampai ke meja kasir, ada sebuah judul buku yang mengusik mata saya. Otomatis kepala saya berputar 90 derajat dengan kaki kanan dan kiri masih dalam posisi semula *bakat tersembunyi*. Buku tersebut berjudul "99 Cahaya di Langit Eropa". Saya lihat sinopsisnya dan buka-buka secara acak halamannya. Menarik. Pikir saya singkat waktu itu. Tapi yang bikin air muka saya pias tak lagi kencang, bandroll harga yang terletak di bagian belakang buku itu loooooohhhh... Well, budget saya tidak mencukupi waktu itu. Akhirnya saya malah bikin aksi ambil - taruh - ambil - taruh - ambil - taruh......dan akhirnyaaa ambil! Saya agak ngotot waktu itu dengan tetep bawa buku itu ke meja kasir dengan taruhannya uang makan saya sudah tentu berkurang. Maklum, kalau urusan buku novel fiksi, semi fiksi, atau non-fiksi saya sudah kepalang jatuh cinta. Tapi ternyata sekali lagi aksi taruh-ambil terjadi lagi di meja kasir. Akhirnya saya relakan dia kembali ke pelukan emaknya. Iya, ke pelukan rak pajangan buku. Saya teringat kalau saya masih punya keperluan lain yang lebih mendesak. "Aku akan menjemputmu kembali, Nak". Tiba-tiba saya serasa dapat berkomunikasi dengan buku yang hampir-kena-scan-barcode itu. "Jemput aku, Mak!" jawabnya sambil lambai-lambai. Dan ternyata buku ini lekat kaitannya dengan kota Vienna itu.

Kota Vienna


Pertama kali saya kenal kota Vienna secara mendetail, awalnya juga dari buku. Tapi bukan buku yang saya sudah ceritakan di atas. Beberapa waktu sebelumnya saya membeli buku yang latar belakang ceritanya bertempat di kota Vienna, Austria. Judul novelnya "Till We Meet Again". Novel yang saya beli ini berbicara tentang musik. Karena Vienna memang bisa di bilang sebagai "mbah" nya seni musik. Banyak komposer-komposer hebat yang lahir di sana. Sebut saja Eyang Mozart salah satunya. Nah, penggambaran situasi kota Vienna di novel ini sungguh membuat saya penasaran dan membuat saya jatuh cinta sama kota ini. Penjelasannya begitu detail dan runut.

Kaitannya dengan sebuah buku yang saya ceritakan di atas, yaitu "99 Cahaya di Langit Eropa", buku ini memiliki latar belakang cerita yang sama dengan novel Till We Meet Again. Yaitu di kota Vienna. Yang bikin saya maaaaaakin jatuh cinta lagi adalah buku ini bercerita tentang sejarah kejayaan Islam di negeri Eropa pada zaman dahulu. 99 Cahaya di Langit Eropa. Saya mengejanya lagi. Dan buku ini akhirnya baru dapat saya jemput di kota kelahiran saya, Bontang. "Maafkan emak, Nak. Baru bisa menjemputmu sekarang, hiks".

Setelah membaca buku ini, ternyata banyak sekali hidden-clue yang tidak saya duga-duga tentang kejayaan Islam di Eropa, khususnya di Vienna yang mempengaruhi tatanan masyarakatnya. Islam yang damai, yang sejuk, yang menyegarkan ruh bagi siapa saja yang memeluknya dan juga masyarakat yang berdampingan dengannya walaupun berbeda keyakinan. Itulah sejatinya Islam. Ulah para oknum saja mungkin yang kini mengaburkan kedamaian yang Islam telah ajarkan dan sampaikan dengan lugas dan terang. Ah, saya tidak akan panjang lebar membahas ini. Ada kolom yang lebih pas dan tentunya tidak di postingan ini hehe. Baiklah, kembali ke topik tentang kota Vienna. Kota Vienna akhirnya menjadi pilihan kota yang sangat ingin saya kunjungi setelah Mekah, Madinah, Edinburgh, Cordoba, dan Granada. Kenapa? Saya akui wawasan saya tentang sejarah Islam sungguhlah sedikit. Apalagi kalau kita berbicara tentang Eropa yang kini umat Islam-nya adalah minoritas di sana. Mungkin berpikiran bahwa di bumi Eropa masih tersisa serpihan-serpihan sejarah kejayaan Islam itu, hmm.. saya rasa saya tidak berpikir sampai ke sana. Yang ada dipikiran saya tentang Eropa sekarang adalah kumpulan negara maju yang penuh dengan kemajuan teknologi, alam yang indah, dan tempat wisata yang memanjakan mata sekaligus menggerogoti kantong haha. Sampai akhirnya pikiran saya berubah 180 derajat setelah membaca buku yang dahulu sempat terjadi adegan taruh-ambil di rak buku dan meja kasir ini. Jadilah saya semakin penasaran dengan sejarah kejayaan Islam di Eropa. Dan kota Vienna menjadi magnet rasa keingintahuan saya akan indahnya Islam di bumi Eropa. Tentunya juga Cordoba dan Granada.

Seorang Jerman


Kalau part yang ini ceritanya agak bikin saya shocking-soda-moment sebentar dan masih ada kaitannya dengan buku 99 Cahaya ini. Jadi, di sela-sela saya menyelesaikan membaca buku ini (re: 99 Cahaya di Langit Eropa) warung saya kedatangan beberapa orang tamu yang hendak makan siang. Mereka berjumlah empat orang dan salah satunya adalah ekspatriat. Setelah makanan semua terhidang di meja, mereka pun makan sambil sesekali ngobrol. Saya yang duduk di meja kasir tepat disebelah meja mereka melanjutkan membaca buku yang sudah hampir habis. Tentunya sambil clingak-clinguk juga ngeliatin tamu haha. Nah, singkat cerita ketika mereka berempat selesai makan, 3 orang dari mereka menuju musholla untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Tinggallah si ekspatriat ini sendirian nunggu sambil nonton tivi. Ketika mata saya bertatapan dengan mata si ekspatriat ini, dengan insting mau basa-basi tanpa tedeng aling-aling saya langsung buka percakapan tentang makanan yang dia makan. Hal ini tentunya salah satu bentuk service kepedulian saya atas apa yang mereka makan. Apakah makanannya enak atau tidak? Atau ada yang kurang. Dan sebenarnya saya selalu penasaran sama asal negara setiap ekspatriat yang makan di warung saya hahahaha.. Maka terjadilah percakapan singkat antara saya dan si bule ekspat ini.

Saya (S) : How's the food?
Bule (B) : That's good. I like it.
S : So, this is your first time to eat Padang cuisine?
B : No actually. I ever taste it before.
S : Well, you like spicy food right?
B : Not really, only a bit. I can tolerate it if there's not really spicy.
S : Oooh .. Ok. Where are you come from?
B : I'm from Germany
S : Really? Wooow.. (Shocking-Soda-Moment) *zoom in zoom out*
     So, you stay here for a holiday or for a work?

*lanjutannya panjang tapi nanti out of topic kalo saya tulis disini haha*

Nah, jadi yang bikin saya mengalami shocking soda moment dari percakapan saya di atas dan kaitannya dengan buku yang saya baca adalah ... jeng-jeng-jeng... Saya kemarinnya waktu membaca buku ini sempat terbersit dalam hati "Ya Allah, pengen euy suatu saat pergi ke Vienna" dan sebagai tambahan informasi bahasa sehari-hari yang digunakan di Vienna adalah bahasa Jerman. Nah! makanya saya kaget banget waktu tau si ekspat ini orang Jerman. Yang sudah tentu bisa bahasa Jerman *yaiyalah may -.-* Saya langsung yang, Subhanallah .. Maha Besar Engkay ya Rabb. Rasanya kayak-kayak mimpi gitu. Saya ngerasa Allah semakin begitu dekat waktu itu. Secara nggak langsung si ekspat ini berkaitan sama mimpi saya pengen ke Vienna yang bahasa sehari-harinya pakai bahasa Jerman. Jadi siapa tahu si ekspat ini bisa jadi penfriend saya belajar bahasa Jerman selain dari aplikasi duolingo yang ada di Android haha. Apalagi katanya si ekspat April ini mau balik lagi ke Bontang. Kesempatan emas dong ya harusnyaa.. iyaaaa harusnya. Karena sesungguhnya, oke sebelumnya saya mengakui ini keteledoran dan kebodohan saya.... Saya lupa tanya nama dan email dia dan dia juga ga nanya nama saya *senyumlirih* *kemudian pasrah*

Semoga April nanti dia beneran balik ke warung dan saya punya penfriend buat les bahasa Jerman secara cuma-cuma hehe. Dan tentunya kota Vienna sebagai penyemangatnya!

Sungguh indah kuasa-Mu ya Rabb.