Saturday, August 23, 2014

Repost: Agar Tak Terbang Patah-Patah

Repost dari status facebook Mas Soleh. Tulisan oleh Dea Tantyo.

"Agar Tak Terbang Patah-Patah"

Kadang, kita mencintai seseorang begitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yg lain. Membuat kita lupa utk skedar bertanya, inikah cinta sebenarnya? Atau ia kah pendamping hidup selamanya?

Tak jarang kita mencintai seseorang dgn sangat dan menyimpan sakit tak terperi saat rasa mulai berpisah. Atau lihat, berapa besar keperihan yg tindih menindih ketika harus melepaskan seseorang yg telah lama menyapa hidup kita.

Cinta bukanlah titik, tempat dimana perpisahan menjadi penutup sbh paragraf. Bukan pula kegalauan. Atau pohon penyesalan dgn buah kecewa yg memukul-mukul.

Seorang hamba yg baik sadar bahwa cinta mmberikan senyum utk ia yg kita cintai, yg telah terpisah, meski diam-diam menumpuk sedih yg sangat banyak di dalam hati.

Karna sejatinya cinta bukanlah milik kita. Juga bukan sesuatu yang bisa kita nyala-padamkan semau kita. Ia anugrah yg dititipkan oleh-Nya dan perlu dititipkan kembali pada-Nya. Agar Ia berkahi skenario terbaik hidup kita.

Dalami kata-kata Umar bin ‘Abdul Aziz saat menolak tawaran sang Istri utk menikahi seorang wanita yg dulu pernah ia cintai. Umar menolak. Apakah ia tak lagi mencintai sang wanita? Bernas jawaban Umar.

“Cinta itu masih tetap ada. Bahkan rasanya jauh lebih dalam. Tapi ada Cinta diatas cinta. Cinta yg lebih besar. Cinta yang tak tergantikan. Cinta seorang hamba pada Rabb-Nya.”


——————

“Sungguh laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatan, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
(Al Ahzab : 35)

Di jalan ini, kita tak sedang menghilangkan cinta. Kita hanya merapikannya agar tak terbang patah-patah.

Salam,
DeaTantyo - Founder Leadership Class

***

Kadang kita sebagai manusia yang awam, manusia yang lemah hatinya, manusia yang acapkali dibolak-balik hatinya, lupa bahwa ada Cinta di atas cinta. Termasuk saya. Karena cinta tak sesempit hanya tentang terkaitnya dua hati manusia dalam satu rasa. Karena cinta tak sekedar peluapan rasa sayang yang mengharu biru. 

Karena sesungguhnya cinta adalah fitrah dari Sang Pemilik Cinta yang dititipkan kepada kita, manusia. Dan sesungguhnya kepada-Nya lah cinta kita bermuara. Allahu Kariim ..

Tuesday, August 5, 2014

Serakan Memori

Beberapa hari terakhir ini saya sebenarnya agak terusik dengan memori-memori lama yang sekelebat suka seenaknya hadir tanpa ketok-ketok dulu. Memori yang sebenarnya sudah saya tutup dengan rapih di sudut almari kisah. Cukup satu judul saja saya rasa. Tidak perlu ada jilid berikutnya. Tapi mungkin saya yang kurang bijak untuk memilih gemboknya. Mudah rapuh. Dan sekarang isinya ikut berserakan. Saya tidak menyalahkan siapapun atau apapun. Mungkin saja memori itu datang justru saya lah yang tanpa sadar memanggilnya. Sudah saya bilang tadi, gemboknya terlalu rapuh (ternyata). Karena saya (ternyata lagi), nampaknya tidak benar-benar menyimpan di sudut almari dengan rapih. Dengan sadar (atau tidak) saya menyisakan sedikit celah agar memori-memori itu dapat dengan sendirinya mencari jalan keluarnya. Dan usahanya pun sekarang berhasil. Memori-memori itu memenuhi pikiran saya. Selamat, Memori! Anda berhasil.

Menyuruhnya pulang, bukanlah perkara mudah. Mengumpulkan serakannya saja sudah menghabiskan energi. Apalagi ditambah dengan menelusuri kembali kejadian-kejadian yang ada dibaliknya. Saya perlu ambil nafas, buang nafas, menahan setiap cuil emosi yang dihasilkan. Entah itu saya harus sekadar tersenyum simpul atau menyerah pada air muka saya yang kalah dengan tarikan gaya gravitasi bumi. Sungguh pilihan sulit. Menata hati yang semena-mena diambil alih oleh serakan-serakan memori yang berhamburan. Menarik kenangan demi kenangan , satu frame ke frame yang lain, satu waktu ke dimensi waktu yang lain. Lelah atau malah sumringah? Saya pun bingung harus memilih kata apa yang pas untuk menggambar situasi ini.

Saya sadar bahwa kemampuan saya untuk menjaga memori-memori itu untuk tetap pada tempatnya adalah bergantung lagi pada sekuat apa saya untuk dapat menahannya hadir kembali. Namun, ada satu hal yang saya sadari bahwa memori ini sudah tertulis, ia juga memiliki qadar. Penghapus, peti, atau almari sekuat apapun tidak akan mampu menghalanginya untuk kembali hadir kecuali tanpa izin dari-Nya. Saya, sebagai yang dititipi memori tidak memiliki hak (apapun) untuk menghapusnya. Tetapi saya punya pilihan untuk pergi darinya atau memilih untuk tetap tinggal (bersamanya).